“Mam, tadi pas motret di
depan kayak ada orang marah-marah. Teriak sambil nunjuk-nunjuk gitu tapi enggak tahu kenapa. Aku
langsung ngibrit ke sini deh,” ujarku pada Mamak Donna.
“Eh, serius?”
“Iya. Tadi kan aku motret di depan sana lama. Yaudah aku tinggal ke sini aja.”
Cakep banget ya? Adem lihatnya ^^ |
Percakapan itu berhenti begitu
saja. Aku dan Mamak kembali asyik berkutat dengan kamera masing-masing.
Mumpung masjid belum begitu ramai. Masih banyak waktu untuk mengambil gambar
hingga puas. Toh perjalanan kali ini memang disepakati tidak banyak mengejar
destinasi. Justru setiap tempat harus benar-benar dinikmati. Sampai salah satu
atau keduanya bilang “yuk ke tempat lain”. Sebelumnya kami juga sibuk mengamati prosesi nikahan orang Aceh. Bahkan sempat foto-foto, lihat dan dengerin tentang ubo rampe yang dibawa rombongan penganten juga. Ngobrol banyak dan macam-macam deh pokoknya.
Pengantin Aceh |
Lupa namanya apaan tapi isinya macam suruh dan rombongannya gitu. |
“Tar, udah puas di sini? Masih mau motret nggak? Pindah ke museum yuk!” ujar Kak Intan.
“Udah cukup kok, Kak.”
Aku, Mamak dan Kak Intan bergegas keluar dari masjid tanpa firasat apa pun. Hingga drama terjadi saat kami sudah berada di halaman depan masjid. Tempat para turis memuaskan hasrat narsis dan fotografinya. Ada orang teriak-teriak dengan bahasa Aceh yang sungguh aku nggak paham sama sekali. Aku menatap Mamak dan Kak Intan dengan wajah bingung. Ada apa gerangan?
“Beliau marah karena pakaianmu,
Tar. Dia ngomong kamu dibilangin kok ngeyel pas motret tadi. Malah ngeloyor pergi,” Mamak
menerangkan duduk perkara.
Ealaaah makjreeng! Ternyata orang yang teriak kencang sewaktu aku motret di teras masjid itu askar. Teriakan itu ditujukan ke aku sodara-sodara! Berhubung aku nggak paham jadinya ya malah masuk masjid lagi. Huhuhu. Maafkan yaaah.
“Maaf ya, Pak. Saya tadi nggak
ngerti bapak ngomong apa. Saya kan pendatang di sini, bukan warga Aceh,”
akhirnya aku buka suara.
“Owh, bukan warga sini? Maaf ya. Saya minta maaf,” jawab si bapak dengan mimik serius dan menelungkupkan kedua tangan di dada.
“Saya yang minta maaf, Pak.”
Aku kira perkara selesai setelah dua pihak saling meminta dan menerima maaf. Ternyata belum selesai, Jendral! Si bapak masih berbincang dengan Kak Intan dalam bahasa Aceh dan aku sekali lagi sama sekali nggak ngerti. Cuma bengong menatap keduanya. Saat beliau berdua sedang diskusi, ada teman Kak Intan yang kebetulan datang menemui kami.
“Tari tadi bawa mukena, kan?” tanya Kak Intan
“Bawa, Kak. Eh, buat apa emang?”
tanyaku keheranan.
“Bapak ini tetap mau kamu pakai bawahan yang sopan. Tari pakai bawahan mukenanya sendiri aja ya?” jelas Kak Intan.
Aku menatap seksama tangan si
bapak. Memang ada semacam kain yang beliau genggam. Aku akhirnya mengangguk. Mengiyakan
permintaan Kak Intan. Nggak ingin drama pagi ini bertambah panjang. Lagian
emang bawa mukena. Tak mengapalah. Kapan lagi pakai bawahan mukena saat
piknik?
Entah hal apalagi yang diobrolan
tiga wanita dewasa dan si bapak. Aku mengeluarkan mukena dan memakai
bawahannya sambil meringis geli sendiri. Si bapak tersenyum dan pamit setelah mengucapkan permintaan maaf
(lagi). Entah apa yang aku rasakan saat itu. Antara malu dan ketawa ngakak
bercampur jadi satu. Malu jadi pusat perhatian banyak orang. Malu lagi karena
lupa pleng enggak ingat peraturan di masjid ini.
“Aduh mukena dan bajumu matching
amat, Tar. Serius nggak keliatan kalau ini bawahan mukena,” seru Mamak Donna.
“Iya kok, Tar. Matching banget,”
sahut Kak Intan.
“Kalau gitu aku mau difoto ya. Kapan lagi bisa pakai kostum kayak gini,” jawabku ngakak.
Rasa-rasanya ini pengalaman paling berharga dari sekian tempat yang telah aku kunjungi saat di Aceh dan Sabang. Mau menyalahkan diri sendiri kok ya buat apa. Nasi telah jadi bubur. Sebaiknya kejadian ini jadi pelajaran. Perhatikan dan riset betul-betul tempat yang ingin dikunjungi sebelum piknik. Tidak hanya jam berkunjung, transport menuju tempatnya atau letak tempat tersebut. Tapi bagaimana peraturan yang ada di tempat tersebut.
Hal lain yang bikin aku merasa kedodolan meningkat beratus-ratus persen adalah sekitar bulan November 2016 udah pernah berkunjung ke sini.
Teman kantor yang notabene orang Aceh asli sudah berpesan saat ke Masjid
Raya harus berpakaian longgar. Lebih baik memakai rok, baju longgar dan jilbab
lebar. Jika ingin memakai celana panjang, atasan harus dibawah lutut. Dulu masih lolos karena seragamnya emang rok dan cuma satu-satunya baju alias nggak ada ganti lain. Saat
itu pula kami hanya berkunjung ke halaman masjid doank. Nggak masuk sama
sekali.
Nah, kebetulan baju atasanku hari itu pas banget selutut dan kutungan. Emang sih pakai manset tapi jilbab hanya menutup dada, nggak lebar-lebar banget. Masih untung juga lho nggak disuruh pakai atasan mukena juga. Kebayang kan kalau pagi hari ada cewek turis Alhamdulillah masih rejeki kan. Silakan bayangkan ada embak-embak cantik pakai mukena di pagi hari menjelang siang. Sekarang ngebayangin aja ngakak.
Nah, kebetulan baju atasanku hari itu pas banget selutut dan kutungan. Emang sih pakai manset tapi jilbab hanya menutup dada, nggak lebar-lebar banget. Masih untung juga lho nggak disuruh pakai atasan mukena juga. Kebayang kan kalau pagi hari ada cewek turis Alhamdulillah masih rejeki kan. Silakan bayangkan ada embak-embak cantik pakai mukena di pagi hari menjelang siang. Sekarang ngebayangin aja ngakak.
Satu hal yang aku herankan
adalah petugas masjid enggak ada yang menegur sama sekali lho sebelumnya.
Padahal aku udah keliling masjid sampai gempor buat cari tempat wudhu.
Yoi, ceritanya aku masih bisa shalat dhuha juga. Satu wishlist yang udah digadang-gadang sejak lama banget. Pokoknya kalau ke Aceh harus bisa sholat di masjidnya.
Aku keliling-keliling dari kiri ke kanan masjid. Bahkan tanya ke petugas masjid yang lagi nyapu di mana letak tempat wudhu. Berhubung masjid ini masih dibangun, papan petunjuk menuju toilet dan tempat wudhu sangatlah minim. Kebersihan juga masih belum begitu terjaga. Jadilah aku ngiderin masjid dan baru nemu agak lama. Seharusnya kalau udah kena tegur pasti saat muter-muter. Ternyata tempat wudhu yang dipake juga bangunan lama. Seharusnya ada di sisi kanan masjid. Aku wudhunya di sisi kiri. Hahaha.
Aku keliling-keliling dari kiri ke kanan masjid. Bahkan tanya ke petugas masjid yang lagi nyapu di mana letak tempat wudhu. Berhubung masjid ini masih dibangun, papan petunjuk menuju toilet dan tempat wudhu sangatlah minim. Kebersihan juga masih belum begitu terjaga. Jadilah aku ngiderin masjid dan baru nemu agak lama. Seharusnya kalau udah kena tegur pasti saat muter-muter. Ternyata tempat wudhu yang dipake juga bangunan lama. Seharusnya ada di sisi kanan masjid. Aku wudhunya di sisi kiri. Hahaha.
Bisa motret dengan bebas sampe di sini karena pas ada pengantin. Bonus lain sih masjid masih relatif sepi. Subhanallah damai. |
“Untung kamu nggak dihukum sama
askar, Tar,” ujar mamak saat kami telah keluar dari kawasan Masjid Raya.
“Eh serius bisa dihukum? Emang hukumannya apaan?” tanyaku polos. Serius nggak ngerti.
Mamak nyengir sambil berlalu. Aku tahu banget kalau beliau sebenarnya cemas. Haha!
What? Ternyata berpakaian enggak sopan ke masjid raya bisa dihukum sodara-sodara. Duh, masih rejeki banget yaa. Cuma disuruh pakai bawahan mukena. Kebayang nggak sih gimana rasanya dicambuk gegara salah berpakaian. Huhuhu.
Di teras inilah aku lihat ada orang marah-marah. Yang dimarahin nggak ngerasa. Sungguh dodol sekali! -_-" |
Jadi gaes bagi kalian yang ingin
berkunjung ke Masjid Raya perhatikan betul-betul hal ini :
- Sebaiknya kalian berpakaian longgar. Jika nggak bawa gamis, pakailah rok lebar, baju longgar dan jilbab menutup dada.
- Jika kamu pakai celana panjang, pastikan baju atasanmu di bawah lutut ya. Lebih baik lagi kalau pake gamis atau rok dink.
- Kalau atasanmu nggak di bawah lutut, pastikan bawahanmu rok atau celana gombrong. Kan banyak tuh sekarang celana yang modelnya mirip rok. Pakai itu gapapa.
- Bagi yang enggak berjilbab pastikan juga kalian memakai pakaian tertutup rapat ya. Sediakan khusus jika kalian ingin berkunjung ke sini. Ada juga peminjaman baju kurung lengkap dengan jilbabnya.
- Titipkan sendalmu di pintu masuk. Bayar seikhlasnya kok. Enggak nitip juga gapapa. Tapi kalau hilang tanggung sendiri ya. Kalau udah sedia kresek sih tinggal dimasukin dan simpan di ransel sendiri.
- Jika kamu ingin mengenal lebih dalam soal Masjid Raya, bisa juga nyewa guide. Aku sih kemarin enggak pakai guide. Lha udah ditemani orang lokal. Hehehe.
- Di kawasan masjid banyak fotografer keliling. Kamu nggak perlu khawatir kalau mau foto keluarga atau foto sendiri. Bisa minta tolong jasa mereka dan jangan lupa pastikan bayar ya!
- Tolak dengan sopan dan halus jika kamu nggak ingin menggunakan jasa mereka. Yakinkan mereka kalau kamu bisa foto sendiri walau selfie :p
- Kawasan masjid masih tahap pembangunan jadi agak semrawut. Belum banyak papan petunjuk menuju tempat-tempat krusial seperti toilet dan tempat wudhu. Lebih baik tanya ke penjaga masjid atau orang yang ada di sana.
- Pastikan kameramu nggak bunyi “cekrak cekrek” saat di dalam masjid. Banyak orang yang sedang beribadah di sini. Hormati mereka ya. Setting kameramu jadi silent.
- Gunakan bahasa Indonesia yang baik jika kamu bertanya ke petugas atau pengunjung masjid. Tanyalah dengan betul apa yang kamu maksud. Daripada salah apa yang dimaksud. yeee kaaan?
- Jika beruntung kamu bisa mengikuti prosesi pernikahan di masjid ini lho. Kemarin rejeki banget bisa ikut prosesi nikahan walau cuma separo. Ternyata kalau mau akad di masjid ini harus daftar jauh-jauh hari. Jadwalnya padat eeeyy.
- Sempatkan dirimu untuk sholat bagi yang muslim. Siapa tahu abis itu diberi rejeki bisa berkunjung ke Mekkah. Kan katanya Aceh itu serambi Mekkah ^^
Rasanya masih ingin kembali lagi ke Aceh. Entah kenapa magnetnya begitu luar biasa. Alhamdulillah sudah bisa berkunjung tiga kali dalam sepuluh bulan. Hahaha. Mirip minum obat nggak? Pertama karena dinas kantor, kedua memang melipir dan ketiga kondangan. Hehehe. Jadi berkunjung ke Masjid Raya juga udah tiga kali. Alhamdulillah. Semoga bisa disegerakan juga berkunjung ke Baitullah. Aamiin! *kenceng dan khusyuk*
"Tar, padahal kamu kan sehari-hari ngantor pakai rok toh? Kok ya bisa alfa yaa di sini," tanya Mamak sambil menyusuri trotoar.
"Ho'oh ya, Mam. Keseharianku kan emang lebih banyak pake rok. Mungkin inilah yang namanya khilaf, Mam."
"Kalau nggak ada kejadian ini nggak belajar juga kan, Tar?" sahut Kak Intan.
"Iya, Kak. Betul banget. Makasih banyak yah, Kakak!"
Jadi kapan kamu mau ke Aceh? Kalau mau ngerasain kek aku pake bawahan mukena boleh lho. Hehehe. Terakhir ke Masjid Raya sore hari dan indahnya warbiyasak subhanallah. Yuk ke Aceh!
Salam,
@tarie_tarr
Saya blm pernah ke Aceh.. Semoga suatu saat bisa ke Aceh dan saya ingin shalat di masjid Baiturrahman..
BalasHapusJadi kangen ke banda aceh lagi. Disana masakannya enak. Lhoh. Jehehehe
BalasHapus