“Buku adalah
jendela dunia. Bersahabatlah dengan buku, dunia akan jadi milikmu”
Aku sering
mendengar kalimat itu. Kalimat yang membuatku tergila-gila dengan satu benda
bernama “buku”. Masih terekam jelas, dulu, sewaktu kecil ibu sering
memberikan koran bekas pembungkus belanjaan kepadaku. Beliau mengenalkan huruf
dan angka sejak aku masih berumur 5 tahun. Nggak heran sewaktu kelas 1 SD aku sudah mahir
membaca.
Aku terkenal
sebagai anak yang hobi nongkrong di perpustakaan sekolah. Entah itu untuk sekedar numpang baca,
mengembalikan buku atau pinjam buku. Kecintaan aku pada
buku terus tumbuh hingga aku mampu membeli buku-buku idamanku sendiri. Sekarang aku
paham, mengapa ibu membiasakan membaca apapun sejak kecil. Menumbuhkan minat
baca sejak kecil itu memang nggak mudah.
Keberuntunganku bisa mengenal buku bacaan mungkin memang biasa. Tapi
tak seperti anak-anak SD Kusuma Bakti, sebuah SD swasta di pesisir Tanjung
Mas, Semarang. Berkesempatan menjadi relawan pengajar di Kelas Inspirasi, membuatku
mengenal lebih jauh tentang dunia pendidikan. Selama ini aku beranggapan, semua sekolah
telah mempunyai perpustakaan. Tapi ternyata aku salah! Sekolah tempat aku
mengajar ini tak ada perpustakaan. Katanya sih dulu ada tapi petugasnya nggak
pernah masuk. Jadi perpustakaan tutup
dengan sendirinya. Huks.
“Yah, begini kondisi perpustakaannya, Mbak. Masih campur aduk sama barang lain. Maklum nggak ada tempat lagi,” jelas penjaga sekolah saat menemani aku survey.
![]() |
Tumpek blek di sini |
“Yah, begini kondisi perpustakaannya, Mbak. Masih campur aduk sama barang lain. Maklum nggak ada tempat lagi,” jelas penjaga sekolah saat menemani aku survey.
![]() |
Semua barang masuk di sini |
“Ini bukunya,
Pak?” tanyaku sangsi sembari mengelus onggokan buku di meja.
“Iya, Mbak. Ini
buku yang kami punya. Semuanya buku-buku
lawas”
Aku tertegun. Macam-macam
buku ada di
sini, ada buku tugas, buku bacaan, buku pelajaran, bahkan tumpukan soal.
Belum aku temukan sebiji bukupun yang minimal setahun terbit.
“Pak, katanya tadi ada ruang serbaguna. Di sebelah mana,
ya?”
“Ruang serbaguna, ya, ini,
Mbak. Di sini anak-anak kalau sore belajar nari. Terkadang juga dipakai
kegiatan lain,” penjaga sekolah menjawab
rasa penasaranku. Jawaban yang sukses membuatku
tertohok. Ruangan ini lebih tepatnya disebut ruang serbaguna atau gudang, bukan
perpustakaan lagi. Mataku menerawang, berandai-andai jika sekolah ini
punya perpustakaan. Tak usah mewah dan bagus, yang penting nyaman untuk sekadar
membaca anak-anak.
![]() |
Pintu masuk ruang serbaguna |
Mendengar nama RMHC (Ronald McDonald House Charities), kupingku tergerak
untuk kepo. Sebenarnya apa RMHC itu? Setelah masuk ke webnya, aku langsung mendadak ide. Aha! Tring tring tring! *ala jin. Tenyata RMHC
adalah organisasi non-profit yang
mempunyai misi untuk menciptakan, menemukan dan mendukung program-program yang
secara langsung meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak di seluruh dunia.
Yang paling menarik perhatian, RMHC
mempunyai misi untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak. Dalam benakku
langsung terpikir, kesejahteraan dunia anak salah satunya bisa berarti adanya
perpustakaan. Bukan begitu?
RMHC di seluruh dunia mempunyai 3 program utama, Ronald McDonald House,
Ronald McDonald Family Room dan Ronald McDonald Care Mobile. Sedangkan di
Indonesia baru dua program yang berjalan yaitu, Ronald McDonald Family Room dan
Ronald McDonald Care Mobile. Semua program itu bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak Indonesia.
Apalagi tertulis jelas bahwa RMHC
masing-masing negara dapat menjalankan program tambahan bagi peningkatan
kesejahteraan dan dampak positif bagi anak-anak negara tersebut. Alangkah bahagianya
jika di Indonesia bisa dirintis Ronald McDonald Library. Perpustakaan ini bisa
berbentuk keliling dari rumah sakit ke rumah sakit lain atau permanen berdiri
di SD menengah ke bawah. Anak-anak yang bosan dengan suasana rumah sakit bisa
terhibur dengan berbagai macam bacaan. Mereka bisa membaca sendiri, dibacakan
orang tua atau ada petugas khusus yang mendongeng. Sedangkan untuk di sekolah
dasar menengah ke bawah, sesekali bisa diadakan kunjungan rutin dengan agenda
membaca bersama, mendongeng dan kegiatan seru lainnya.
RMHC juga mempunyai program bernama stripes for love. sebuah program untuk memberikan cinta (love), kebahagiaan (joy), harapan (hope) dan senyum (smile). Program ini bisa didukung dalam bentuk membeli kaos seharga 50 ribu rupiah (belum termasuk PPN). Kaos dengan pola garis ini digambar sendiri oleh anak-anak Yayasan RMHC loh. Gimana nggak tertarik? Kebangetan! Atau kalau kurang ngreget, beli saja boneka unyu seharga 68.182 ribu (belum termasuk PPN). Hias sesuka hati dan tuliskan semangat untuk anak-anak. Mereka pasti jauh lebih bahagia mendapat tulisan itu. Sepertinya program ini bisa juga diterapkan untuk program Ronald McDonald Library, ya? Mendukung minat baca anak dengan menggalang dana dari setiap pembeli di geray McD. Setiap pembeli boleh menyumbang dalam bentuk buku ataupun uang. Gimana, menarik bukan? Hehehe.
Sekali lagi, membaca adalah jendela
dunia. Dengan membaca kita dapat melihat apapun yang kita inginkan. Membantu mengeja
asa, juga merenda mimpi-mimpi anak Indonesia. Anak-anak adalah harapan bagi
bangsa, merekalah yang akan berdiri di garda depan memimpin negeri. Mari
budayakan anak Indonesia membaca sejak dini. Kenalkan mereka tentang indah dan
asyiknya buku. Tumbuhkan minat baca anak Indonesia. Kalau bukan kita yang
memulai, siapa lagi?
idenya ciamiiik taroo...
BalasHapusMakasih, Mak. Hiks. Sayang kurang polesan. Aku kurang puas. Huhuhu. Tapi alhamdulillah :)
HapusTurut mendukungmu..
BalasHapusTerima kasih sekali, Mbak. Bagaimana kabarmu? Semoga selalu sehat yaaa :)
Hapus