Judul
Buku : Pre Wedding Rush
Penulis : Okke
“Sepatumerah”
Penerbit : Stiletto
Book
Tahun
Terbit : 2013
Tebal
Buku : 210 Halaman
ISBN
13 : 978-602-7572-21-8
Pertama
kali melihat novel ini hanya satu yang menjadi pertanyaan? “Ada apa dengan pre
wedding? Kenapa harus ada “rush”nya segala?” Eh, ternyata novel ini menyimpan
banyak nasehat dengan penyampaian yang “sok nasehatin”. Ada beberapa yang saya
kutip. Yuk, simak review dari saya!
*****
Lanang. Ia adalah laki-laki yang
terlihat tidak pedulian, tapi selalu penuh kejutan. Orang yang pernah membuat
kehidupanku begitu berwarna.
Tapi itu dulu. Aku tidak tahu
apakah ia masih orang yang sama atau tidak. Orang kan bisa berubah? (Halaman
17)
Di
sinilah cerita berawal, tentang perjalanan cinta Lanang dan Menina. Kisah
mereka harus kandas karena keegoisan Lanang menuruti jiwa bebasnya yang tak
pernah padam. Pergi tanpa kabar, meninggalkan Menina hingga bertahun-tahun. Membuat
kepercayaan orang tua Menina dan para sahabatnya hilang tak berbekas. Mereka selalu
mengganggap Lanang adalah sesosok laki-laki tak berperasaan. Tapi bagi Menina,
Lanang adalah tetap sosok istimewa.
Usia
Menina tak lagi muda tapi hatinya juga tak kunjung terbuka. Beberapa kali
mencoba menanggapi cowok lain tapi mental. Hingga saat ulang tahunnya, Dewo,
cowok yang baru 10 bulan dekat melamarnya. Menina menerima tapi setelah itu dia
bingung. Hingga akhirnya Menina memutuskan curhat kepada Lanang, mantan
kekasihnya.
Berawal
dari curhat, mereka melakukan perjalanan bareng ke Jogja. Menina yang awalnya
berniat ke Surabaya, akhirnya tunduk mengikuti ajakan Lanang. Bernostalgia seperti
saat mereka masih muda dulu. Bercerita ini itu, hingga menikmati kepulan asap
rokok di bordes.
Keberadaan Lanang membuat
perjalanan panjang tidak terasa menyebalkan. Memang benar, jika melakukan
perjalanan, tidak penting tujuannya, tidak pula terlalu penting menggunakan apa
dan tinggal di mana, selama kita bersama dengan rekan perjalanan yang
menyenangkan, semuanya akan sempurna. (Halaman 60)
Bukan
tanpa alasan Menina memutuskan ikut Lanang. Menina ingin mencari jawaban,
apakah dia benar-benar bisa menerima Dewo ataukah karena desakan lingkungan dan
keluarga. Ataukah dia masih mengharapkan Lanang menjadi pendamping hidupnya.
Jogja
menyimpan sejuta kenangan untuk Menina dan Lanang. Kali ini Jogja juga memberi kejutan
tak terduga untuk Menina. Sigit dan Ayako partner Lanang menggarap sebuah buku
dan juga gempa 5.9 SR yang mengguncang Jogja. Berdasar rasa kemanusiaan, Menina
memutuskan untuk tinggal lebih lama di Jogja. Mengabaikan perasaan Dewo,
keluarga Dewo dan juga keluarganya sendiri.
“Kita sering nggak menganggap
orang-orang terdekat sebagai anugerah. Seberapa sering kita nggak memedulikan
mereka? Kita anggap memang mereka seharusnya ada di sana. We take them for
granted. Orang-orang tersebut baru akan terasa istimewa setelah kita kehilangan
mereka. Bener banget kalau disebut you don’t know what you’ve got till gone” (halaman
151)
Pengakuan
Lanang, kehamilan Ayako, penundaan pernikahan dengan Dewo mengharuskan Menina
buka mata. Hingga akhirnya memutuskan ke mana Menina harus melangkah.
Masa lalu adalah masa lalu,
sesekali melihat mungkin perlu, tapi tidak perlu mencoba untuk mengulang lagi
apa yang pernah terjadi.
Karena waktu terus berjalan,
membangun banyak cerita, mengubah seseorang, mengubah keadaan. Tidak akan
mungkin ketika kita mencoba untuk mengulang semuanya akan menjadi sama seperti
dulu. (Halaman 188-189)
Pre
Wedding Rush berhasil membuat saya menuntaskannya dalam satu waktu. Kelincahan penulis
dalam menuturkan cerita membuat setiap pembaca penasaran bagaimana endingnya. Alur
cerita mundur, pembukaan cerita tentang pertemuan Lanang dan Menina setelah
mereka berkeluarga. Itupun baru bisa terjawab setelah membaca cerita terakhir
di novel ini.
Penokohan
sering dijumpai di sekitar kita. Wanita karir, siap nikah, mandiri, mapan tapi
belum berjumpa pasangan. Digambarkan penulis melalui sosok Menina yang tinggal
jauh dari orang tua. Hanya saja penggambaran sosok Lanang sebagai fotografer cuma
diulas secara sekilas. Begitu juga dengan sosok Ayako, wanita yang menjadi
selingkuhan Lanang hingga menjadi istrinya. Perannya di cerita hanya sedikit
tetapi mampu mengubah jalan cerita menjadi berbeda. Sama halnya dengan tokoh
Dewo. Sigit hanya digambarkan dengan sedikit, tak ada cerita khusus tentang
dia. Padahal saya masih penasaran bagaimana Sigit dan Ayako berpisah, juga kemesraan
mereka sebagai sepasang suami istri sempat membuat Menina iri.
Settingnya
cukup detil. Penggambaran kota Jogja dengan segala pernak-perniknya sungguh
terasa. Kita diajak menyusuri kota Jogja yang memang fenomenal itu. Belum lagi
ketika gempa melanda, deskripsi suasana sungguh membuat begidik ngeri. Kita
bisa merasakan langsung bagaimana kehidupan para korban gempa.
*****
Pre
Wedding Rush, novel dengan cover merah bermotif ini sukses membuat saya
mengangguk-angguk bak burung perkutut. Secara keseluruhan saya setuju dengan
ide ceritanya. Untuk cover terlalu bermotif ramai sehingga gambar orang menjadi
kurang menonjol.
Blurb
novel ini bikin penasaran. Nggak sabar untuk segera membacanya. “Life goes on”
menjadi icon tersendiri. Karena setiap orang pasti mempunyai cerita. Tapi apakah
cerita mereka sama dengan cerita di novel ini?
pengen ikut lomba ini sebenernya mbak :'(
BalasHapushihihi udah kelar detlennya kok. eike kalah :p
HapusAku gemes banget sama Lanang :) Dewo itu yg keren abeeezzz.... semacam Dude Herlino gitu lah ya xixixiii....
BalasHapusaku pas baca ngebayangin Dewo tuh sabar dan pastinya guanteng wkwk :p
Hapus